Belas Kasih Tuhan Via Si Kusta
(Refleksi Kritis atas Lukas 5:12-16)
Lukas 5:12-16 berbicara tentang Yesus menyembuhkan seorang kusta. Dalam kisah ini, penulis menemukan dua poin yang ditampilkan penginjil, yakni pertama, disease adalah penyakitnya dan bisa diteliti secara ilmiah karena disebabkan oleh bakteri. Ayat 12b menggambarkan bahwa si kusta telah mengetahui penyakitnya. Ia memohon kepada Tuhan untuk menyembuhkannya dari kusta. Permohonannya itu mengafirmasi bahwa ia tahu nama penyakit yang ia derita.
Dalam teks, ia dinyatakan penuh kusta. Penuh kusta merujuk pada waktu yang
cukup lama dan penyakitnya sudah parah. Selain itu, dari pihak lain (dikucilkan)
dan Yesus telah mengetahui penyakitnya. Ayat 13 mementaskan Yesus langsung
menjamahnya dan ia sembuh dari kusta. Ada penafsir yang menyatakan bahwa ketika Yesus mengulurkan tangan dan menyentuh pria itu; mereka
terkejut karena penyakit itu berbahaya.[1] Dua ayat ini
setidaknya telah menggambarkan disease kisah
ini. Kusta juga adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri dan bisa diteliti
secara ilmiah.
Kedua, sickness adalah keadaan di mana penderita tidak hanya sakit fisik,
tetapi juga mentalnya, misalnya penolakan-pengucilan dari komunitas sosial.
Ayat 14 memotretkan keadaan penderita yang sebenarnya dikucilkan (isolasi) dari
komunitas sosial. Perintah Yesus kepadanya untuk menunjukkan diri di hadapan
para imam adalah afirmasi yang menegaskan bahwa selama ia menderita kusta, ia
dipisahkan dari komunitas sosial. (bdk. Im. 13:45).
Kalau orang kusta itu sudah mendapat pengesahan dari para imam akan
kesembuhannya, ia dapat berkumpul kembali dengan komunitas. Ayat 15 menggambarkan
pengaruh yang berkembang setelah peristiwa penyembuhan itu. Menurut Nolland,
ayat 15 berfungsi untuk mengafirmasi penyembuhan si kusta.[2]
Dengan demikian, Yesus menyembuhkan si kusta tidak hanya secara fisik, tetapi
juga sosial dan agama.
Narasi penyembuhan orang kusta adalah satu kisah yang menunjukkan kuasa
Yesus. Penyakit kusta sering diartikan sebagai hukuman Allah atas dosa.[3]
Setelah dilepaskan dari penyakitnya, si penderita kusta dipulihkan dan kembali
menjadi utuh secara fisik dan berdamai dengan Allah serta komunitasnya. Salah
satu yang disoroti Lukas adalah belas kasihan Yesus bagi orang-orang yang
dikucilkan dari masyarakat dengan menekankan universalisme keselamatan. Yesus
menghadirkan belas kasihan-Nya bagi orang-orang yang tersisih dari masyarakat.
Penyembuhan ini membawa universalisme keselamatan dan nilai kerajaan Allah ke
permukaan serta menyoroti karakteristik inklusif dari belas kasih ilahi.
Dengan demikian, misi Yesus adalah membawa belas kasih Allah untuk
menanggung penyakit fisik, moral, mental, dan spiritual pada zaman-Nya. Metode
yang digunakan oleh Yesus bervariasi, tetapi apa pun yang digunakannya selalu
merupakan elemen sakramental yang kuat. Yesus menggunakan kata maupun sentuhan
untuk membawa tanda-tanda kasih dan kuasa Allah yang menyembuhkan bagi semua
orang yang percaya kepada-Nya.
Penyembuhan kusta adalah salah satu
contohnya. Melalui mukjizat ini Lukas menekankan kemampuan Yesus untuk
menyembuhkan penyakit yang dianggap tidak dapat disembuhkan, dengan demikian
membuktikan kekuatan ilahi Yesus yang merupakan represetasi dari Allah sendiri.
Selain itu, peristiwa ini menunjukkan pembebasan penderita kusta dari stigma
dan isolasi sosial-agama.
Hemat penulis, si kusta dalam Injil bisa dibaca dan
dilihat dalam diri orang-orang yang terpapar covid-19. Mereka yang terpapar
virus ini tidak sedikit dan bahkan hampir semua dikucilkan dari komunitas sosial. Keadaan ini hampir sama dengan situasi yang dihadapi oleh si kusta. Para tetangga mulai
menjauh demi kesehatan mereka dan keluarganya masing-masing. Lalu masih adakah
belas kasih Allah bagi penderita covid-19? Dan adakah
belas kasih antara individu di tengah pandemic, khususnya bagi mereka yang terpapar? Quo
vadis?
Terima kasih, Refleksinya sangat bermakna.
BalasHapusSemoga bermanfaat ya kk
HapusTrimkasih sngat mnyentuj dan bermakna. Smoga Tuhan memberkati😇
BalasHapusmks buat responnnya, semoga bermanfaat
HapusBelas Kasih Tuhan tak terhingga..mensyukuri kita masih d beri kehidupan ...makasih fr
BalasHapusBetul kk. KAsih Tuhan itu tidak dibatasi oleh waktu dan ruang tertentu. selalu ada, hanya kita yag tidak menyadari.
HapusUlasan Anda Sangat Menarik. Dari Ulasan ini, Secara Pribadi Saya setuju dan Berani berpendapat Bahwa Protokol Covid 19 Bisa merujuk Pada Pengalaman Biblis Tentang Sakit Kusta Yang Butuh Isolasi Sampai Pemulihan Yang Sungguh Sungguh Menunjuk Diri Penderita telah Sembuh dan Rantai Bakteri Telah Putus Sehingga Tidak Berpeluang Untuk Menjangkit pada Pribadi Dan Lingkungan Sosial. Teruslah Bereksplorasi Demi Mencerahkan Wawasan Masyarakat Agar bisa Berdamai Dengan COVID 19 yang makin banyak Variannya
BalasHapusmks bnyak buat tanggapannya yang mendalam. Karena didalam Kitab Suci ada begitu banyak nilai kehidupan yang bisa kita pelajari sebagai kekuatan dan pengharpan bahwa badai yang kita hadapi harus dijalankan dengan keterbukaan dan kerjasama yang baik antara berbgai pihak. belajarlah dari si Kusta.
HapusPasungan Sosial Pada Penderita Kusta Masih Manding Dari Pada Pasungan Covid 19 yang dialami saudara saudari kita!
BalasHapusYa...Benar sekali kk. Hal ini timbul karena ketakutan dan juga semua orang mau nyaman agar tidak terpapr covid-19. Virus ini sangat berbahaya, apalagi di awal munculnya virus ini
HapusTerimakasih sangat bermakna sekali untuk kehidupan kita
BalasHapusmks buat responnnya, semoga bermanfaat
HapusRefleksi yang menginspirasi🙏
BalasHapusmks buat respon baiknya... Semoga bermanfaat
HapusDalam bosss🙏🙏
BalasHapusmks buat respon baiknya... Semoga bermanfaat
HapusAjakan refleksi yang menggugah hati.
BalasHapusTentu belaskasih Allah tetap ada untuk semua orang kapan pun itu. Lalu kita mewujudkan belaskasih dengan patuh pada protokol kesehatan, berdamai dengan covid. Doaku agar kita semua sehat.
Mks kk karena telah membaca dan semoga bermanfaat.
BalasHapusmks buat respon baiknya... Semoga bermanfaat
BalasHapusMantap bro. Profisiat!
BalasHapusMks banyak kk.. Semoga kita bisa belajar untuk selalu berharap pada belas kasih Tuhan. Sebab bagi-Nya tidak ada batasan.hehehehe
HapusTerima kasih fr, untuk refleksi kritis dalam menelaah fenomena Covid-19, sangat inspiratif 🙏😇
BalasHapusmks buat respon baiknya... Semoga bermanfaat
HapusMantap kak fr. Semangat 😇😇
BalasHapusTerimakasih utk refleksi yg bermanfaat🤗Semangat terus🙏
BalasHapusTulisan inspiratif!
BalasHapus