Menggarami Budaya Literasi dengan Memanfaatkan Media Digital

 

Sumber Gambar: didikpos.com


Titik tolak pendidikan sebagai investasi masa depan generasi muda harus bisa menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman. Setiap pribadi harus memanfaatkan kemajuan teknologi sebagai media pembelajaran. Sebagaimana dialami, saat ini penggunaan internet sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia.

Kehadiran internet adalah sebuah keniscayaan. Hal ini begitu fenomenal dan menjadi kebutuhan hidup manusia di era digital. Internet memiliki sisi positif dan negatif, namun bagi kebanyakan penggunanya, terutama pelajar lebih cenderung dimanfaatkan untuk hal negatif. Penggunaan internet di Indonesia telah “membias” di setiap lapisan masyarakat.

Dalam dunia pendidikan, kemajuan teknologi sangat bermanfaat dalam menunjang kegiatan belajar mengajar (KBM). Penggunaan internet sebagai media pembelajaran bisa menjadi salah satu solusi dalam mengatasi rendahnya mutu pendidikan. Guru dan orang tua harus bisa membimbing serta mengarahkan anak-anak agar belajar memanfaatkan internet secara lebih positif. Era digital hendaknya memotivasi dunia pendidikan untuk berinovasi tanpa henti. Semua elemen pendidikan harus mampu memanfaatkan potensi internet agar peserta didik dapat memanfaatkananya untuk pembelajaran dan meningkatkan kemampuan literasinya.

Budaya literasi harus “ditaburi” dalam generasi muda, karena budaya literasi dapat membuka cakrawala, memperluas wawasan, dan memahami dunia dalam lingkup yang lebih luas. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2015, yang salah satu kegiatannya adalah “15 menit membaca buku non pelajaran sebelum waktu belajar dimulai.”

Buku digital bisa menjadi salah satu solusi dalam menumbuhkan budaya literasi di dunia pendidikan. Dengan berbagai keunggulan dan daya tarik buku digital diharapkan mampu menumbuhkan minat baca sehingga kemampuan literasi generasi muda semakin meningkat dan mampu meretas buruknya pendidikan. Dengan demikian, budaya literasi akan semakin tumbuh. Dengan tumbuhnya budaya literasi, generasi muda akan bergerak menuju persaingan global.

Menurut Unesco, prinsip belajar dalam abad XXI harus didasarkan pada empat pilar yaitu: a. learning to thing (belajar berpikir); b. learning to do (belajar berbuat), c. learning to be (belajar untuk tetap hidup), dan d. learning to live together (belajar hidup bersama antar bangsa). Berangkat dari terwujudnya masyarakat belajar (learning society) maka akan tercapai bangsa yang cerdas (educated nation) sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar 1945 mencapai kecerdasan bangsa.

Budaya literasi akan mengiring kita pada sebuah harmonisasi pendidikan yang bermutu dan otomatis kemiskinan dapat dibenahi berlahan-lahan. Kita jangan terlalu tergantung pada pemerintah seolah-olah mutu pendidikan ada ditangan mereka. Tapi kita harus menyadari, pendidikan akan terasa luar biasa indahnya jika itu timbul from the bottom of hearth setiap pribadi. Agen utama mutu pendidikan ada dalam setiap pribadi.

Henley, seorang bijak dari Inggris abad XIX mengatakan “aku penguasa nasibku, aku nakhoda sukmaku.” Ungkapannya ini mau menegaskan bahwa kita adalah penguasa dan penentu nasib kita sendiri, nahkoda sukma kita sendiri, karena kita punya kekuatan untuk mengendalikan hidup. Causa primary keberhasilan seseorang ada di tangannya sendiri, bukan orang lain.



 

Komentar

  1. Tulisan yang sungguh-sungguh menggugah

    BalasHapus
    Balasan
    1. mks buat respon baiknyaaa... menurut saya kita perlu menyuarakan literasi digital kepada anak-anak masa kini. Sehingga manfaat digital ada, jangan sampai hanya terlena dengan medsos yang kadang2 hanya membuat kita senang tp manfaatnya kurang dapat.... hehehheheh

      Hapus
  2. Mengapa Menulis?

    Tulisan itu suatu karya yang melintas batas. Batas di sini saya maknai secara luas. Batas teritorial (wilayah), lingual (bahasa) dan bahkan temporal (waktu). Tulisan akan tetap bersuara bahkan ketika raga sang penulis termakan tanah.

    Sebagai misal: Etty Hillesum, gadis Yahudi–Belanda yang sempat mendekap di kam konsentrasi di Auschwitz. Selama di sana Hillseum membahasakan kehidupan hariannya dalam rupa tulisan. Alhasil, walau Hillesum sudah mangkat;– namun semangatnya masih terbaca dari banyak tulisannya yang sudah diterjemahkan dalam banyak bahasa.

    Selain Etty Hillesum, masih banyak tokoh lain yang tak kala serunya. Semisal Kahlil Gibran;– putera Libanon itu. Dia telah melewati hari hidupnya dengan menggores pengalaman, pengetahuan dan khayalan dalam rupa tulisan. Memang, hukum alam telah menelan Gibran – tetapi kasih–asmarahnya masih bersuara dari balik syair-syairnya.

    Fakta paling tegas untuk menunjukan tulisan sebagai yang melintas batas adalah tulisan-tulisan dalam Kitab Suci. Surat Rasul Paulus misalnya: pada mulanya ditulis dalam bahasa Yunani dan untuk orang atau kelompok umat tertentu (mis: Filemon, Roma, Filipi, dll). Tetapi sampai hari ini;– tulisan-tulisan itu dapat dibaca dalam banyak bahasa;- dan menjiwai berjuta manusia di seluruh dunia. Mengapa demikian? Karena tulisan dapat melintas batas!

    Tulisan membuat sang penulis hidup lestari dalam sejarah. Jika pun tubuh akan mati;– tetapi bagian lain dari hidup akan tetap menyejarah dalam rupa tulisan. Mungkin seperti optimisme Horatius;– penyair Latin klasiik: non omnis moriar;- "multaque pars mei vitabit libitinam" (Aku tak akan mati seluruhnya, sebagian besar diriku akan menghindari dewi maut).

    Dalam optimisme yang sama Chairil Anwar;- menyambung dengan tegas: “Aku mau hidup seribu tahun lagi”. Apa yang dimaksud Anwar dengan "hidup seratus tahun lagi” – tentu bukan keabadian raga;– tetapi semangat yang dari balik tulisannya;- yang akan terus bersuara dalam sejarah. Semua orang tahu: - Chairil Anwar adalah salah seorang penyair/penulis kelas wahid negeri ini.

    Mulai dan tetaplah menulis!

    Matur nuwun Fr...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih kk buat respon baiknya dengan narasi persuasif yang luar biasa tentang "mengapa hars menulis?". Hemat saya, setiap penulis bisa saja punya alasan masing2 mengapa mereka mnulis. akan tetapi, poin utamanya tidak melebar dari apa yang kk katakan. Semoga semakin banyak orang minat menulis. Tidak hnya minat dalam imajinasi, tetapi perlu dirangkaikan dengan kata2, sehingga bermanfaat pula bagi orang lain.....hehehhehe

      Hapus
  3. Era digital memang memberikan banyak kemudahan bagi manusia contohnya saja informasi apa pun yang dibutuhkan manusia dapat diakses dan ditemukan dengan sangat cepat. Sebab saat ini telah tersedia buku-buku,jurnal dan artikel digital yang dapat diakses melalui gawai. Di satu sisi saya setuju dengan pendapat penulis, akan tetapi di sisi yang lain; saya cukup sangsi berkenaan dengan efektivitas membaca buku digital. Sebab jika hal itu dilakukan melalui gawai, maka pembaca akan mengalami distraksi, yang diakibatkan oleh notifikasi yang muncul. Akan tetapi, hal ini bisa diatasi dengan mudah, yakni pengguna gawai dapat mendowload buku yang hendak dibaca terlebih dahulu dan mematikan koneksi internetnya agar tidak terganggu oleh notifikasi-notifikasi tersebut.

    BalasHapus
    Balasan
    1. mks banyak buat respon baiknya kk George....
      apa pun dan di mana pun pasti ada peluang sekaligus tantangan atau untung-ruiginya.... makannya hemat saya, betapa pentingnya pendidikan digiital di tengah keluarga dan sekolah, sehingga manfaat dari ddunia dgital lebih terasa........ hehehhhe

      Hapus
  4. "penguasa nasibku, aku nakhoda sukmaku"
    SUKSES MENAKODAI SUKMA KAE FR
    MORI SEMBENG🙏🤗

    BalasHapus
  5. Dengan maraknya Wabah Covid-19 yang dialami sekarang membuat perkembangN teknologi kian pesat yg secarah khusus untuk peserta didik..dengan diadakan sistem pembeljaran berbasis online membuat siswa berlomba2 untuk menggunakan internet.namun sebagian besar juga sangat minil bhkan blm bisa menggunakan internet karna ekonomi keluarga ditambah lagi jaringannya kurang mendukung..
    Disamping itu perlu kita sadari apakah pserta didik btul- betul menggunakan media internet untuk proses beljar ataukah sekedar hnya mencari sensasi dimedsos dengan unggahan

    BalasHapus
  6. Sambungan..

    Ungahan yg sebenaranya bukan menjadi prioritas utama untuk proses pendidikan?
    Semoga para peserta didik menjadi sadar apa pentingnya penggunaan media sosial untuk masa depan mereka bukan untuk hal2 negatif atau hanya mencari sensasi belaka yg dapat menghmbat proses pendidikan..
    Mkshh

    BalasHapus
  7. Selamat malam. Terima kasih banyak kaka buat tulisannya kk. Semakin banyak tulisan2 seperti ini, maka semakin banyak anak muda yang semakin sadar akan apa yanh sedang mereka alami dan di mana mereka berada saat ini. Semoga anak muda tetap menjadi diri mereka sendiri.

    BalasHapus
  8. Selamat malam Fr.
    Terima kasih untuk tulisanny yang menginspirasi,menambah pengetahuan.

    BalasHapus
  9. Saya yg sudah usia lanjut berlapang dada, bangga akan tulisan ini. Semoga banyak generasì muda yg ikut terlibat menggiatkan budaya literasi seperti penulis tulisan ini. Terus menulis, terus membuat jejak yg kelak jadi harta karun bagi anak cucu bangsa.

    BalasHapus
    Balasan
    1. mks kk buat apresiasi dan dukungannya....Semoga semakin bnyak orang yang bererak demi kebaikan pendidikan kita

      Hapus
  10. Terima kasih untuk penulis yg telah percaya saya untuk komen tulisan ini. Saya sangat mendukung dengan tulisan anda semoga selalu sukses kedepannya. Sekali lagi terima kasih

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Keselamatan dalam Pandangan Agustinus dan Anselmus

Derita dan Toleransi Konteks Indonesia

Toleransi Beragama di Era Revolusi Industri 4.0