ADA DUA NAMA PAUS DALAM DOA SYUKUR AGUNG: "KOK BISA?"
Dalam Perayaan Ekaristi, pada saat Doa Syukur Agung, saya
menemukan praktik ada seorang Imam, setelah menyebutkan Paus Fransiskus, ia
juga menyebut Paus Emeritus Benediktus XVI. Dalam benak, saya beranggapan bahwa
seolah-olah ada dua Paus ketika imam mendoakan keduanya dalam Doa Syukur Agung;
Apakah yang dilakukan Imam tersebut dapat dibenarkan? Bukankah kita memiliki
hanya satu Paus? Kalau tidak bagaimana doa dan cara yang paling tepat untuk
mendoakan beliau?
Kenyataan yang dihadapi Gereja saat ini
tidak lazim terjadi. Sebab, sering kali dialami oleh umat dan Gereja Katolik
yakni pergantian Paus dilakukan setelah Paus itu meninggal sehingga ketika Paus
pengganti mengemban tugas kegembalaan, kelihatan satu Paus saja. Akan tetapi,
kenyataan sekarang berbeda, Paus Benediktus XVI, Paus Pendahulu kita masih
hidup sehingga tidak mengherankan kalau muncul kebingungan dan asumsi demikian.
Pada prinsipnya, dalam Gereja Katolik hanya ada satu Paus. Yesus menetapkan hanya Petrus yang menjadi ketua dalam suatu Kolegium para rasul (bdk. Yoh 21,15-17). Sementara itu, Paus merupakan pengganti Petrus dan para uskup merupakan pengganti para rasul.
Kanon 330 mengatakan; “Sebagaimana, menurut penetapan
Tuhan, santo Petrus dan Rasul-rasul lainnya membentuk satu Kolegium, demikian
pula Uskup Roma, pengganti Petrus dan para uskup, pengganti para Rasul,
dipersatukan di antara mereka”. Oleh karena itu, berdasarkan tugasnya, Paus
merupakan wakil Kristus dan Gembala Gereja semesta, mempunyai kuasa penuh,
tertinggi, dan universal terhadap Gereja.[1]
Dalam kenyataan Gereja saat ini, Paus Benediktus XVI telah secara resmi mengundurkan diri dari tugasnya dan telah dilakukan konklave, yang pada akhirnya terpilihlah Kardinal Jorge Mario Bergoglio SJ sebagai Paus. Ia mengambil Fransiskus sebagai nama kepausannya.
Dengan demikian, Gereja Katolik saat ini hanya memiliki satu Paus yakni Paus
Fransiskus. Meskipun, Paus Emeritus Benediktus XVI masih memiliki martabat
episkopal tetapi ia tidak lagi menjadi tanda yang mengekspresikan atau menjadi
penanggung jawab bagi persekutuan Gereja-Gereja lokal maupun universal.
Doa Syukur Agung merupakan pusat dan puncak seluruh perayaan ekaristi[2] maka DSA menempati urutan tertinggi dan paling suci di antara doa-doa Gereja lainnya sehingga sudah sepatutnya Gereja sangat berhati-hati dalam hal struktur dan kata-katanya.
Oleh karena itu, begitu sentral dan pentingnya DSA, maka
aturan di sekitar DSA sangat rinci dan dapat dikatakan sangat ketat sebab dalam
DSA dihadirkan seluruh misteri penebusan Kristus bagi kita di atas altar.[3] (Lalu
apakah yang didoakan Imam di atas dapat dibenarkan?
Secara yuridis: mengacu pada PUMR 79,
tidak dapat dibenarkan sebab dalam PUMR dikatakan “Dalam permohonan-permohonan
ini tampak nyata bahwa Ekaristi dirayakan dalam persekutuan dengan seluruh
Gereja, baik yang ada di surga maupun yang ada di bumi”. Doa permohonan dalam
DSA mencakup doa untuk kepentingan seluruh Gereja Kudus.
Dengan demikian, disebutlah terlebih dahulu nama Sri Paus kemudian diikuti oleh uskup setempat. Alasannya karena Paus merupakan pemimpin Gereja universal dan wakil Kristus di dunia.
Maka,
penyebutan nama Sri Paus, hendak menyatakan kesatuan kita dengan seluruh umat
beriman di dunia yang memang disatukan oleh Bapa Suci. Kita menyatakan kesatuan
dengan seluruh Gereja di dunia dan mendoakannya pula).[4]
Senada dengan itu, Kongregasi Tata Ibadat Ilahi dan Tata Tertib Sakramen mengatakan: “refleksi mengenai mengapa dalam permohonan Doa
Syukur Agung kita tidak menyebut pensiunan uskup dan sekarang kita tidak
menyebut pensiunan Paus: meskipun mereka masih memiliki martabat episkopal
tetapi mereka tidak lagi menjadi tanda yang mengekspresikan atau bertanggung
jawab bagi persekutuan Gereja lokal maupun universal.”[5]
Paus merupakan tanda persekutuan Gereja
Universal. Oleh karena itu, jelas bahwa yang patut disebutkan adalah Paus
Fransiskus. Sebab, ia yang sedang mengemban tugas dan tanggung jawabnya sebagai
wakil Kristus dan Gembala Gereja Universal bagi persekutuan Gereja lokal maupun
universal (bdk. Kan 331) sedangkan nama Paus Emeritus
Benediktus XVI tidak seharusnya disebutkan dalam permohonan DSA karena ia tidak
tidak memiliki kuasa dan bertanggung jawab bagi persekutuan Gereja lokal atau
universal.
Singkatnya; Paus yang sudah mengundurkan
diri tidak lagi menjadi tanda persekutuan Gereja Universal meskipun ia masih
memiliki martabat episkopal. Selain itu, Kongregasi Tata Ibadat Ilahi dan Tata Tertib Sakramen memberikan alternatif untuk mendoakan Paus emeritus Benediktus XVI dalam
perayaan ekaristi: “Satu-satunya cara agar Benediktus XVI dapat disebutkan
dalam Doa Syukur Agung adalah dalam rangka memperingati orang-orang yang hidup
dalam Doa Syukur Agung I (Kanon Roma): “Ingatlah, ya Tuhan, hambamu Benediktus
XVI dan semua berkumpul di sini”. Dia dapat juga dimasukkan dalam Doa Universal
(Doa Umat) selama Liturgi Sabda, meskipun mungkin dengan cara yang berbeda
berdoa untuk Paus Fransiskus”.[6]
[1] Lumen
Gentium 22;
kan 331.
[2] PUMR 78.
[3] E. Martasudjita, Pr, Ekaristi:
Tinjauan Teologis, Liturgis, dan Pastoral, (Yogyakarta: Kanisius, 2005), 162-163.
[4] E. Martasudjita, Pr, Ekaristi:
Tinjauan Teologis, Liturgis, dan Pastoral, 183.
[5] Dikutip dari: https://www.usccb.org/about/divine-worship/newsletter/upload/newsletter-2013-03.pdf.
[6] Dikutip
dari;https://www.usccb.org/about/divine-worship/newsletter/upload/newsletter-2013-03.pdf.
Komentar
Posting Komentar